Pentingnya Undang-Undang keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai
profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga
para perawat/ ners harus memilki kompetensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar
masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu.
Saat ini 40% – 75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan
keperawatan (Swansburg, 1999). Hal ini dikarenakan telah terjadi
pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model
medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit
dan gejala sebagai informasi, bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen,
1996). Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI
mengenai kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari
seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan
(Depkes, 2005). Dari sini kita dapat menyadari bahwa perawat berada pada
posisi kunci dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masayarakat,
sehingga diperlukan suatu regulasi yang jelas dalam mengatur pemberian
asuhan keperawatan dan perlindungan hukum pun mutlak didapatkan oleh
perawat.
Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keperawatan di
Indonesia masih memprihatinkan. Fenomena “gray area” pada berbagai jenis
dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan
lainnya masih sulit dihindari. Berdasarkan hasil kajian (Depkes &
UI, 2005 ) menunjukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis
penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan
pengobatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas (97,1%), melakukan
pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan (57,7%),
melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas
admisnistrasi seperti bendahara, dll (63,6%).
Pada keadaan darurat, “gray area” sering sulit dihindari. Dalam
keadaan ini, perawat yang tugasnya berada di samping klien selama 24 jam
sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang
bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang
bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang
dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di
Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai
pengelola Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan
perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah
sering kita jumpai di berbagai Puskesmas terutama di daerah-daerah
terpencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi
perawat akan terbengkalai, dan tentu saja hal ini tidak mendapatkan
perlindungan hukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
professional.
Kemudian fenomena melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya
tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan,
sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Padahal
perawat hanya melakukan daya upaya sesuai disiplin ilmu keperawatan.
Dari beberapa kenyataan di atas, jelas bahwa diperlukan suatu
ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan dalam rangka menjamin
perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan asuhan keperawatan
serta perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan. Hanya
perawat yang memenuhi persyaratan yang mendapatkan izin melakukan
praktik keperawatan.
Untuk itu diperlukan Undang-undang Praktik keperawatan yang mengatur
keberfungsian Konsil Keperawatan sebagai badan regulator untuk
melindungi masyarakat. Fungsi Konsil keperawatan, sebagai Badan
Independen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, yakni
mengatur sistem registrasi, lisensi, dan sertifikasi bagi praktik
perawat (PPNI, 2006). Dengan adanya Undang-undang Praktik Keperawatan
maka akan terdapat jaminan terhadap mutu dan standar praktik, di samping
sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima asuhan
keperawatan.
Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU
Keperawatan semakin tinggi. Uraian di atas cukup menggambarkan betapa
pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan
juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan. Sejak
dilaksanakannya Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang
menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan pendidikan
keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan
dalam memajukan profesi keperawatan.
Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi profesi perawat di Indonesia
mulai memperjuangkan terbetuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa
penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun
1992 disahkanlah UU Kesehatan yang di dalamnya mengakui bahwa
keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini
penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan
merupakan profesi hanya tertuang dalam Peraturan Pemerintah ( PP No.32,
1966). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi Rancangan
Undang-uandang ( RUU) Keperawatan pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat
ditempuh dengan dua cara yakni melalui Pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat
1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun
ini PPNI memperjuangkan RUU Keperawatan melalui Pemerintah, dalam hal
ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi
kenyataannya hingga saat ini RUU keperawatan berada pada urutan 250-an
pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang pada tahun 2007 berada
pada urutan 160 ( PPNI, 2008).
Tentunya, pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan
mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan lembaga
perwakilan rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang dilakukan
merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu,
pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatn harus
dilakukan agar masyarakat merasa butuh dan usulan UU Keperawatan pun
masuk dalam agenda DPR RI.
Pentingnya Keikutsertaan Mahasiswa
Perlu kita cermati bahwa aksi nasional yang akan dilakukan bukan sekedar
aksi yang mengatasnamakan perawat seja, tetapi juga nama baik profesi
keperawatan keseluruhan. Keberhasilan pelaksanaan aksi tidak hanya
menjadi presiden yang baik untuk profesi ini tetapi juga memperlancar
terbentuknya UU Keperawatan, demikian pula sebaliknya.
Belajar dari pengalaman tahun lalu, saat memperingati Hari
Keperawatan Sedunia di mana mahasiswa berjalan sendiri dengan aksi
demonstrasinya di HI dan PPNI sibuk dengan konferensi pers-nya padahal
kenyataannya dua kegiatan tersebut memiliki tujuan yang sama yakni
Pencerdasan public tentan UU Keperawatan, yang berujung pada kurang
ter-blow up-nya isu ke masyarakat, dapat menjadi pelajaran untuk kita
semua bahwa pentingnya kesatuan gerak seluruh elemen keperawatan dalam
mensukseskan UU Keperawatan. Mahasiswa keperawatan dengan kuantitas
massa dan intelektualitasnya yang besar dapat menjadi salah satu
kekuatan utama dalam pelaksanaan aksi nasional ini. Dan mengingat bahwa
aksi ini merupakan awal perjuangan baru dalam mensukseskan UU
Keperawatan, peranan mahasiswa sebagai social control mutlak diperlukan
terutama setelah pelaksanaan aksi dalam menjaga kontinuitas usaha PPNI
dalam memperjuangkan terciptanya UU Keperawatan.
ILMIKI dalam mengawal pengesahan RUU Keperawatan
Berdasarkan hasil laporan komisi A dalam sidang tahunan ILMIKI di Palembang menyatakan bahwa:
” …..Dan merujuk pada amanah kongres IV ILMIKI tentang rekomendasi
kepada kepengurusan ILMIKI 2007-2009 pada poin 1 tentang legislasi
keperawatan menuju keperawatan profesional terkait dengan rancangan
Undang-Undang Keperawatan, maka komisi A sidang tahunan IV ILMIKI
menganggap perlunya diadakan pengawalan RUU keperawatan di tiap
institusi yang akan dilanjutkan dengan pengkajian nasional yang nantinya
akan menghasilkan rekomendsi-rekomendasi yang selanjutnya difollow up,
hal ini terkait dengan fungsi mahasiswa sebagai sosial kontrol. ”
Maka, ILMIKI memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengawal
pengesahan RUU Keperawatan di Indonesia, selain itu, upaya mengawal
pengawalan terhadap RUU keperawatan tersebut akan mampu. Memperkuat
pemahaman dan menyatukan suara mahasiswa Ilmu Keperawatan se-Indonesia
tentang Undang-undang Keperawatan Indonesia. Menetapkan langkah-langkah
dalam membantu disahkannya Undang-undang Keperawatan. Memberikan
rekomendasi Undang-undang Keperawatan Indonesia